Minggu, 09 Juli 2017

PT Mulia Boga Raya, Pelabuhan Nganggur-ku (Part 1)

PT Mulia Boga Raya, Pelabuhan Nganggur-ku

Salam Amplop Coklat sebelumnya..
Berbulan-bulan kujalani kehidupan sebagai pengangguran, bosan, sedih, merasa tak berguna, merepotkan banyak orang, dan merasa hidup akan segera berakhir.
01 Desember 2016, seusainya aku bekerja di Cirebon, yaitu PT Universal Furniture Industries (selanjutnya disebut UFI) , aku langsung mengerahkan diri ke Jakarta, tepat 2 hari setelah aku dinyatakan tidak bekerja lagi di UFI, yaitu pada 03 Desember 2016. Aku nekat ke Jakarta, karena kubayangkan ada secercah harapan di sana, mimpi yang telah kurangkai dengan yakin bisa aku realisasikan. Tentunya dengan do'a dan dukungan orang sekitar, terutama Ibu, adik, dan yang paling berperan adalah Om & Bibi-ku. Sebelumnya kuucapkan banyak terima kasih kepada mereka, Um Anwar, Mba Yi, serta Dede Naila, buah hati mereka.
Om dan Bibi-ku lah yang menampungku di Jakarta, aku tinggal di kontrakan mereka yang bisa dibilang sempit, yang  berada di Cakung Barat-Cakung-Jakarta Timur, hanya 2 petak, tapi dengan ikhlas mereka berbagi kepada keponakannya yang satu ini. Om dengan cermat memberi masukan, nasihat mengenai dunia kerja, pintar sekali beliau jika membahas hal ini, tentu lah, karena beliau merupakan anggota Serikat Pekerja. Dengan sabar bibi mengurusku selayaknya anak sendiri.
Di hari kedua keberadaanku di Jakarta, aku mulai mencari pekerjaan, kumulai di Kawasan Industri di KBN yang beralamatkan di Jl. Raya Cakung Cilincing, Tg. Priok, Jakarta Utara DKI Jakarta, bersama dengan anak tetangga kontrakan yang memang ia pun tengah mencari pekerjaan. Serba-serbi para petualang Lowongan Kerja (selanjutnya disebut Loker), laki-laki, perempuan dengan usia variatif, berkelompok, berdua, bertiga, bahkan seorang diri, menggunakan kendaraan bermotor, ataupun berjalan kaki, mendatangi hampir setiap perusahaan untuk menanyakan kepada security penjaga "Maaf Pak, apakah disini ada Loker?". Subhanallah.. Merinding aku..
Awal-awal aku ngebolang (istilah para pencari kerja untuk memburu loker) ada rasa malu, enggan, gengsi, dan ahh varian rasa tidak enak bermunculan. Tapi ya kupikir untuk apa semua rasa itu aku luapkan, toh memang sudah lumrah. Di KBN, mayoritas lowongan untuk Sewing (Menjahit), Washing (Mencuci), Cutting (Memotong), QC (Quality Control), dan istilah-istilah lain yang terdapat di perusahaan garmen. 
Pakaian hitam-putih, rapih, bergerombol, berdesakkan, antrian. Jika menemukan perusahaan yang tengah dalam keadaan seperti itu, di situlah Loker sedang dipamerkan. Menunggu, panas, capek, semuanya dihempas oleh para pemburu loker. Satu keuntungan besar di sini, dapat mengenal orang baru, yaa teman baru, pengalaman baru, pengetahuan baru, dan di situlah sensasinya. Kita sama, tujuan sama, nasib sama, dan kita bisa berjalan bersama, meski dalam arti sesungguhnya kita merupakan saingan dalam perburuan ini.
Beberapa kali aku ngebolang di KBN ini, namun nihil hasilnya. Ada teman bibiku yang berpendapat bahwa kesulitanku menemukan pekerjaan disana disebabkan oleh pakaianku yang syar'i, dan beliau sempat menyarankan agar aku ngebolang memakai celana, setelah bisa masuk kerja, baru pakai rok. Ahh kurasa itu ide konyol, aku tidak mau membohongi siapapun, aku ingin menjadi diri sendiri.
Selain di dunia nyata, akupun ngebolang di dunia maya, berselancar mengarungi atmosfer internet yang informatif. Aku sign up akun Jobstreet.com, Jobs.ID, LinkedIn, dan meninggalkan jejak alamat email di hampir setiap perjalanan menggali loker di situs web, tentunya agar informasi loker bisa aku dapat melalui email-ku. Tak hanya itu, aku pun mengikuti informasi loker di sosial media. Facebook, WhatsApp, Line, itu yang biasa kupakai. Bergabung dengan grup pencari loker, mendapat informasi update, oh ya kota tujuan kerjaku adalah Jakarta, Cikarang, Karawang, Bandung. Berbagai informasi loker kudapat, dimanapun, pekerjaan apapun, posisi apapun, gaji berapapun, dan lingkup kerja yang bagaimanapun.
Meski basic dan pengalaman kerjaku di bidang administrasi, namun dalam mencari pekerjaan aku tidak mempunyai kriteria spesifik, yang penting pekerjaan tersebut halal dan diridhoi Allah. Karena aku sadar, ini Jakarta, orang akan melakukan apapun untuk bisa bertahan hidup. Mau kerjaan yang harus ini harus itu, emang betah nganggur?
Jika informasi loker sekiranya cocok, selanjutnya aku cek keakuratannya dan kemudian menindaklanjuti. Kirim lamaran via email, via kantor pos, atau datangi langsung tempatnya. Puluhan lamaran sudah aku share ke berbagai loker yang tersedia.
Oh ya, yang menjadi kendala dalam mencari pekerjaan di sini adalah selain pakaian syar'i juga tinggi badan (selanjutnya disebut TB) dan mata minus-ku. Mayoritas perusahaan menstandarkan TB 155cm untuk perempuan, sedangkan aku hanya memiliki TB 152cm saja. Begitu pula dengan mata, tidak sedikit perusahaan yang kriteria pelamarnya harus bermata normal. Aku mengerti, semua itu perusahaan terapkan tidak lain hanyalah untuk menunjang keberlangsungan kegiatan produksi mereka. Ada yang menyarankanku, agar ketika ikut tes, coba mengelabuhi petugas, yaa dengan cara kerudung diganjal supaya terlihat lebih tinggi, atau melepas kacamata ketika ikut tes. Sekali lagi kukatakan, aku ingin menjadi diri sendiri. Karena pernah suatu hari, aku ikut mendaftar tes kerja di BKK salah satu sekolah di Jakarta, aku ikuti saran melepas kacamata, karena salah satu persyaratannya adalah "tidak berkacamata", apa hasilnya? Gagal, sudah tentu. Wong selama tes saja aku tidak maksimal kok. Tidak fokus, tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang berbicara di depan, apa yang dijelaskan, apa tulisan di layar proyektor, siapa yang duduk sebelah sana, dan ahh, mataku lelah, kepalaku pusing, dan aku tidak berharap pada tes ini, aku pasrah. Bayangkan jika di tahap tes saja aku sudah mengalami keburukan sebesar itu, bagaimana jika aku bekerja di sana nanti? Kujadikan pelajaran berharga, sejak saat itu, aku tidak ada niat lagi untuk mengelabuhi siapapun.
Kawasan JIEP Pulogadung, juga menjadi destinasi perburuanku. Sering aku ngebolang di sana, kadang ditemani om, teman, atau seorang diri, tapi lebih sering sendiri sih, yaa mencari pekerjaan memang lebih asyik sendiri, bebas, mau tidak mau malupun harus ditebas. Yaa seperti perjalananku di KBN, memperhatikan setiap perusahaan yang berdiri di sepanjang jalan yang kutelusuri, barangkali terpampang iklan lowongan kerja. Benar saja, beberapa perusahaan memajangnya, dan beberapa amplop coklat kuluncurkan ke dalamnya.
Dengan pengalaman pencarian itu, aku bisa mengetahui banyak hal, serba serbi lowongan kerja, yang akurat, yang benar, yang asli, yang tes, yang interview, yang medical check up, yang outsourching, yang langsung, yang tidak langsung, yang tipu-tipu, yang pakai uang, yang pakai calo, yang mengandalkan orang dalam, dan yang-yang yang lain yang tidak bisa kusebutkan lagi.
Pernah suatu hari, teman SMK-ku yang mengetahui keberadaan dan tujuanku di Jakarta menghubungiku untuk ikut melamar pekerjaan bersamanya. Untuk posisi sebagai telemarketing sebuah produk modem. Interview pertama dengan vendor, di sebuah gedung di daerah Thamrin, Jakarta Pusat. Dengan diantar om-ku, aku bertemu dengannya di sana. Oke, seleksi di sini, kita berdua lolos. Tahap selanjutnya interview dengan user di sebuah gedung di daerah Mampang, Jakarta Selatan, dan itu tempat kerja yang nantinya akan kita hinggapi. Interview selesai, dengan PeDe-nya kita langsung mencari kos-kosan terdekat, hihii. Padahal informasi lolos/tidaknya akan diberitahukan seminggu kemudian. Singkat cerita, belum seminggu, temanku mendapat panggilan training dari perusahaan yang kita lamar, dan aku? Tidak. Sedih? Memang iya, tapi aku tetap bersyukur, karena dia yang lolos, coba kalo aku yang lolos? Tak enak hati aku padanya. Dia mulai bekerja, dan aku masih nganggur.
Ujian datang, aku mendapat panggilan seleksi beasiswa kuliah dari program PPA BCA di Cirebon, yaa aku mendaftar beberapa bulan sebelumnya. Berbagai pertimbangan, aku sangat ingin kuliah namun tidak memungkinkan kuliah reguler karena kondisi keluarga, sekedar cerita, ayahku sudah wafat, ibuku berkegiatan mempunyai warung kecil di rumah, dan adikku kuliah di UIN Bandung dengan biaya BidikMisi, aku yang masih tidak memiliki pekerjaan sedangkan BPKB motor masih belum lulus sekolah serta ada beberapa utang yang belum kulunasi, posisiku di Jakarta numpang hidup di rumah orang, dan selebihnya aku yang bertanggungjawab atas hidupku. Apa keputusannya? Seleksi beasiswa tidak kuhadiri.
Satu setengah bulan yang luar biasa, menikmati diri sebagai Job Seeker, Masya Allah..
HP berdering, nomor telepon tak dikenal menelepon rupanya. Panggilan interview, berbunga-bunga hatiku. Esok hari jam 10.00 di RM Ayam Penyet Everest. Sebentar mengingat kebelakang, aku melamar di RM tersebut sekitar 2 minggu sebelum mendapatkan panggilan ini, katanya langsung interview, ternyata manajer sedang tidak ada di tempat, padahal aku sudah ada janji dengannya sebelumnya via WhatsApp. Dan padahal jarak dari tempat tinggalku dengan RM tersebut cukup jauh, menempuh waktu 2 jam dengan menaiki TransJakarta dan MetroMini, serta menghabiskan ongkos Rp. 15.000, ahh tahu sendiri lah uang segitu bagi pengangguran macam aku ini sangatlah berarti, saat itu aku kecewa benar. Sudahlah, masih ada kesempatan untuk interview esok, kan tadi sudah ditelepon.
15 Januari 2017, RM Ayam Penyet Everest Mampang-Jakarta Selatan, pukul 11.00 (padahal undangan jam 10.00, hehee, maklum lah belum paham betul trafic di Jakarta, estimasi melesat gitu, dan alhamdulillah tidak dipermasalahkan). Interview tidak sulit, seperti biasa, dan yang lebih ditekankan adalah mess atau tempat tinggal karyawannya. Mengapa? Kuceritakan nanti..
Sepulang interview kuceritakan pada bibi, beliau agak kecewa, deskripsi tempat kerja yang kupaparkan, kondisi mess yang kujelaskan, dan gaji yang kusebutkan, ahh semuanya membuat beliau tertunduk lesu, begitu pun dengan om-ku. Tapi kembali lagi, mereka ada untuk mensupport aku, bukan mematahkan semangatku. Mereka menyerahkan keputusan padaku, dan mereka menyarankan jika memang nanti diterima, ambil saja, untuk pengalaman awal kerja di Jakarta, sembari menunggu panggilan dari yang lain, dijadikan sebagai batu loncatan maksudnya begitu. Benar saja, sore harinya pihak RM meneleponku lagi, mengabarkan bahwa aku diterima, esok hari bisa mulai kerja, kutanya tugasku sebagai apa? Dijawab Kasir.
16 Januari 2016, aku mulai aktif bekerja di RM Ayam Penyet Everest, kesan pertama melihat mess, ehem, kedua melihat area kerja, uhuk, dan ketiga melihat JobDesc-ku, ha?
Perjalananku di RM Ayam Penyet Everest menyenangkan, meski kondisi mess yang hanya 3 petak namun diisi oleh 13 karyawan laki-laki dan perempuan campur (etapi cowok kalo malam tidur di RM-nya kok), lingkup kerja yang hanya itu, kamar mandi segitu, ruang penyimpanan minimalis, area makan cukup nyaman sih tapi panas karena dapur di depan dan hanya tersedia 2 kipas angin, dan aduhh sumber kebisingan terpusat, jalan raya (dekat lampu merah) pasti sumber macet, area makan sumber berisiknya pelanggan, area kerja sumber keributan karyawan terutama dapur. Dan pekerjaanku yang katanya kasir ternyata tidak sepenuhnya, kerjaku mobile, peralatan kotor ya dicuci, area kotor yaa disapu, area berantakan ya rapihkan, ada pelanggan ya aku layani, ada yang bayar ya aku di kasir, bahan habis ya ambilkan, bahkan jika karyawan laki-laki semuanya sibuk, delivery pun aku kerjakan, deket sih, paling yang hanya sebrang jalan.
Warna-warni bekerja di RM, Masya Allah, pengalaman yang priceless, tak pernah kudapat sebelumnya. Iya sih walau kadang mengeluh, hmmm kerjaanku sebelumnya kan di kantor, rapih, dan yaa sudahlah, jika dibandingkan di RM, wuihh beda banget.. Soal salary pun, hanya Rp. 900.000/bulan, tapi makan dan tempat tinggal ditanggung.
Yang menjadi daya tarik aku adalah lagi-lagi karena bisa tahu berbagai macam jenis orang, dari pelanggan yang datang tentunya.
Yang membuat aku nyaman adalah sesama karyawannya yang kompak, solid, dan berasa keluarga sendiri, ya iyalah kerja bareng, tidur bareng, ngerumpi bareng, semuanya serba bareng. Karena itu juga sedikit demi sedikit sifat cuek, jutek, dan jaim-ku luntur. Oh ya, juga dengan pemilik dan manajernya yang friendly, tidak membawahi tapi mengimbangi. Manajer yang dulu menurutku menyebalkan karena soal interview, ternyata orangnya asyik dan pengertian kepada karyawannya. Contohnya? Aku suka dengan kerja malam nih atau tepatnya di Shift II, karena atmosfer malam hari itu menenangkan, mayoritas pelanggan datang bukan karena lapar, tapi yaa sekadar nongkrong-nongkrong rumpi, jadi melayaninya juga enjoy. Kesukaanku dikabulkan, aku sering mendapat bagian Shift II. Juga manajer yang mau ikut terjun langsung, mengepel lantai, memasak di dapur, membuat minum, belanja, melayani, menerima pembayaran, dll beliau juga kerjakan.
Selain itu, yang membuat aku tetap stay adalah pengalaman baru, aku bisa tahu bumbu dapur, cara membuat minuman, masak (walau cuma goreng buat sendiri aja sih, hihii), pokoknya ilmu-ilmu baru aku dapat deh, nggak ada kata rugi aku di sana.
Satu bulan berlalu, 17 Februari 2017 aku mendapatkan dering telepon dari nomor tak dikenal lagi, siapa? Suara diseberang memperkenalkan dari PT Mulia Boga Raya.....
Bersambung.....


Cikarang, 09 Juli 2017
Khalis Sofi
Dreamer
_sebelum usia 25_

0 komentar:

Posting Komentar