Rabu, 30 Agustus 2017

Nama "Khalis Sofi"

Khalis Sofi
Tentang nama aku, ya Khalis Sofi. Sering sekali orang mengira bahwa aku ini bergender laki-laki. Sebut saja dari mulai SD, ketika guru mengabsen, banyak kali ketika sampai pada urutan nomor absenku dan menyebut nama "Khalis Sofi" pandangan tertuju pada barisan tempat duduk putra. Hal sama terjadi ketika aku duduk di bangku MTs, pun SMK. Tak jarang pula guru-guru sembari mengatakan "Khalis Sofi perempuan, dikira laki-laki" tak ketinggalan dengan seutas senyum di kemudian. Tak lupa, berlaku juga di acara perkumpulan-perkumpulan lain, seperti organisasi atau tempat-tempat yang baru aku hinggapi. Hmm tapi biasanya hanya berlaku di awal perkenalan saja yaa. Di kemudian hari pasti sudah tidak asing lagi kok, bahkan beberapa guru/teman lebih nyaman dengan panggilan "Khalis" untuk menyapaku.
Kedua, nama Khalis Sofi juga yang sering membuatku dipanggil Mas, Bang, Om, juga Kang di sosial media. Ahh parah nian nii, hihii. Tentunya jika mereka belum mengenal sosok aku yaa. Semisal di grup chat, atau di komentar umum di suatu postingan, dll. Hmm aku juga lebih biasa dipanggil "Agan" bukan "Sist". Hhh begitu terlihat laki sekali yaa diriku di jagat maya? Hihii. Ehh iya, padahal foto profil semua akunku perempuan berkerudung loo, lalu mereka kira itu siapa? Cewek aku? Istri aku? Hahaaa. Ehh iya mereka kan tak sampai melihat profil pribadiku. Hihihi..
Lanjut, ini sih di dunia nyata yaa. Kata orang, aku ini terlihat tomboy, aku menyadari sejak aku SMK dulu. Katanya terlihat dari body aku, cara jalan aku, mungkin sikap aku pula. Kata orang, keluarga terutama yaa, urusan karakter sih turunan dari Ayah, wuihh pantes aja..
Pilihan yaa, yang mudah dan sering disorot aja, sepeda motor. Aku punya sepeda motor Honda SupraX125 rakitan tahun 2015. Motor bebek brow? Itu yang membuat orang sekitar heran, mengapa seorang perempuan lebih memilih motor model seperti itu, tidak seperti perempuan lain yang lebih suka motor matic yang lebih simple, girly tentunya? Ahh itu perkara selera saja, motor bebek lebih nyaman, lebih santai, lebih enak dibawa berkendara jarak jauh kok. Mungkin jika aku ceritakan apa sebenarnya sepeda motor idaman aku, akan lebih tercengang lagi mendengarnya, Yamaha Jupiter MX150. Kenapa? Makin heran? Wkwkk. Sempat hampir dimiliki sebelum akhirnya aku memilih sepeda motorku sekarang. Karena waktu itu budget kurang 3jt'an untuk bisa membeli MX, dan setelah dipikir lebih jauh, aku belum bisa mengendarai motor dengan kopling karena belum pernah belajar sama sekali, dan kalau mendadak belajar mungkin akan lama lepas landasnya, secara aku beli sepeda motor karena butuh, dan untuk operasional jarak jauh. Dan jatuhlah pada opsi kedua, kumiliki Honda SupraX125. Yang tetap menjadi pertanyaan setiap orang yang baru mengenalku "Kenapa cewek pake motor bebek?" ahh bomat dahh, hihii..
Berkendara motor sendiri, itu kebiasaan aku. Aku pun sering bermotor keluar kota, Cirebon-Bandung PP, Cirebon-Subang PP, Cirebon-Pemalang PP, Cirebon-Jakarta, dan sekarang aku di perantauan, tepatnya di Cikarang, dan Insya Allah untuk akses pulang kampung aku akan berkendara motor sendiri seperti biasa. Ini pun titik keheranan orang-orang yang diarahkan padaku.
Seputar kesukaan, jaket, aku punya jaket kulit warna hitam, dan asal tahu saja itu jaket seragam dengan teman-teman Produksi dan QC yang notabennya laki-laki, hmm semuanya sih, aku perempuan satu-satunya. Aku sering memakainya, terutama saat berkendara motor. Aku pake jaket itu? Heran pula lah orang-orang. Hahaa. Apalagi kalau di jalan raya, sering dipanggil Om, Mas, Aa. Iya gara-gara pake jaket itu, meski aku memakai rok. Orang kan tidak melihat sampai ke bawah yaa, jadi gitu dehh..
Lagi, aku tidak terlalu memikirkan penampilan diri, make up, fashion, aksesoris-aksesoris yang biasa dikenakan wanita, perhiasan emas pun tidak begitu tertarik, koleksi boneka, tas, sepatu juga tidak. Aku berpenampilan flat banget, dengan pakaian syar'i menutup aurat kok. Nah di sini pula letak keheranan aku mengenai penilaian orang-orang. Aku kan berpakaian syar'i ya tapi kenapa masih dibilang tomboy? Karena gayanya kah? Sikap kah? Perilaku kah? Karakter yang ditonjolkan kah? Entahlah..
Etapi bukan berarti karena dari dulu aku tak pernah terlihat dekat dengan laki-laki terus terindikasi aku tidak suka laki-laki yaa, aku normal kok, hahaa. Aku suka laki-laki, aku akan menikah dengan laki-laki kok. Hanya saja aku tidak ingin kedekatan berlebih sebelum ada ikatan halal, begitu saja, ciaahh.. Aku serius, serius!!
Soal pemikiran, kalau lagi ngobrol sama teman-teman perempuan nih, katanya aku sering beda pendapat, tak searah dengan mereka, pemikiran aku lain daripada yang lain Hihii. Nah iya, setelah aku renungkan, ternyata aku menilai sesuatu lebih karena logika, perasaan aku tidak ikut andil kecuali sedikit saja. Tak seperti kebanyakan perempuan yang sedikit-sedikit dibawa perasaan, masuk ke hati, dan sebagainya. Karena bagiku tidak cukup memandang sesuatu hanya dari satu sisi.
Semuanya sudah Allah atur kok. Mungkin dengan adanya aku begini, aku digambarkan oleh Allah sebagai sosok yang kuat untuk menopang keluarga. Ayahku sudah wafat 4 tahun lalu. Aku hanya punya ibu dan satu adik perempuan. Tidak ada lagi tempat aku untuk bermanja-manja, maksudnya meminta layaknya anak kecil merengek. Sejak lulus sekolah, artinya sejak 2 tahun lalu aku sudah bekerja, dan saat ini Insya Allah akan memulai untuk mengenyam pendidikan di bangku kuliah (dengan tetap bekerja), adik aku kuliah, alhamdulillah dengan beasiswa. Dan ibu di rumah dengan warung kecilnya. Iyaa, hidup keluarga tidak bergantung padaku, karena setiap dari kita mempunyai kiblatnya masing-masing, tapi setidaknya aku lah yang diandalkan untuk mengurangi beban pikiran soal keuangan.
Iya itu tujuan Allah menciptakan aku dengan karakter, sikap, tabiat, pemikiran dengan kecenderungan seperti laki-laki. Tapi aku yakin, semua ini ada waktunya untuk berakhir. Kapan? Aku prediksikan aku akan berubah ketika memiliki sosok Ayah (lagi, bukan pengganti, karena takkan pernah tergantikan), atau kelak ketika aku mendapat pendamping hidup. Insya Allah..

Read more »

Kamis, 03 Agustus 2017

Mimpiku? Oh Tidak!

Zuhri menatap fokus ke arah layar 14" itu, sesekali menggeser-geser perangkat mirip tikus yang sering mengganggu persediaan bumbu di dapurnya.
"Mas maafin aku yang tidak bisa memegang janji kita, aku harus pergi ke kampung halaman, ini permintaan ayah, mungkin karena aku anak perempuan beliau satu-satunya, aku tak ingin mematahkan harapan beliau, aku harus pulang untuk segera mengurus acara yang dirancang seminggu lagi, aku harus mempersiapkan pernikahan.................... "
Tegg, Zuhri terpaku, jantungnya bak dikejar anjing pelacak kepolisian yang tengah bertugas, darahnya sekencang aliran sungai yang dijatuhi derasnya hujan, sesegera itu pula tangannya meng-close semua worksheet yang masih muncul di sisi bawah Windows monitornya, menatap kosong segala sisi ruang, menutup mata, sembari meresapi kalimat yang ia ucapkan, "Ohh Tuhan..."
Kini ia bersama dengan Nita, wanita yang mengiriminya pesan singkat melalui laman Facebook secara private malam itu, berfoto bersamanya di pelaminan. Zuhri tersenyum bahagia di depan kamera mas-mas crew video shooting pernikahan Nita dan suaminya. Hatinya rapuh padahal, serapuh kayu tua yang disengat teriknya matahari hari ini, tapi tak lebih terik dari jiwanya yang membuncah, melupakan kobaran perih atas yang ia saksikan.
"Terima kasih mas sudah datang.."Senyum Nita terpana ke arah Zuhri yang menyalaminya di depan kursi, kursi yang pernah mereka impikan bersama, kursi pelaminan. Nita tersenyum bahagia sekali, semringah, menghangatkan, bukan sekadar beradegan palsu di dekat lelaki yang kini sah menjadi imam hidupnya. Nita benar-benar bahagia. Raut itu yang dapat Zuhri tangkap saat ada di lokasi bak neraka itu.
"Selamat berbahagia, s..a..y..a..ng..". Zuhri membiarkan kalimat itu mendarat di telinga Nita, membisikannya lembut, selembut kasihnya yang membuat Nita lama menunggu, halus, sehalus kain sutra yang pernah ia selempangkan pada leher Nita kala gerimis bulan lalu. Tak ada kalimat lain yang kemudian menyusul setelah kalimat itu, bahkan untuk menatap riasan wajahnya yang amat apik, seapik tokoh Cinderella dalam dongeng, menyentuh tangannya, bersalaman sekadarnya, kemudian berlalu dari lautan tamu yang turut berbahagia.
Malam menghampir, Zuhri masih menyendiri di tepi jalan raya dekat masjid yang ia singgahi saat sholat Isya tadi. Jiwanya masih berantakan, runtuhan luka masih belum genap jatuh, debu-debunya masih menempel pada dinding hati yang kini sudah tidak kokoh lagi. Menatap roda-roda kendaraan berlalu, semilir angin membuat rambutnya sedikit berantakan, tapi tidak seberantakan hatinya.
Malam yang sama pun, Nita tengah beristirahat di kamar barunya, bukan, tepatnya kamar lama yang baru akan ia tempati bersama suaminya, kamar lama beratmosfer baru, nuansa malam pertama, pengantin baru. Terlihat Nita sibuk berkutat dengan HP yang sejak tadi bergetar, tanpa nada dering, takut mengganggu khusyunya resepsi pernikahan katanya. Satu persatu ucapan selamat dari beberapa sosial media ia buka, dari berbagi kalangan teman. Cukup dibaca. Nita lebih tertarik pada laman kontak di HP-nya, melihat satu nama, nama yang selalu ia hubungi dalam keadaan apapun, icon panggil, by SIM1, meluncur panggilan ke arah nama kontak itu.
Drrrrrreeettr, dreeettr... Getar HP Zuhri mengganggu lamunannya kembali, sudah panggilan ke sekian yang ia saksikan selama penyendiriannya di tepi jalan raya itu, namun Zuhri mengabaikan, ia tidak ingin diganggu, niat hati ingin menonaktifkan HP-nya, tapi itu tidak mungkin, ia butuh, kali-kali salah satu panggilan itu berasal dari dia....
Benar saja, dia, nama kontaknya tertera jelas di layar smartphone-nya, sekilat jari menyentuh icon jawab, "Halo......" Zuhri gelagapan..
"Zuhri, ke ruangan saya, bawak laporan stock opname kemarin.... "
"Emm, i.. ya, Pak."

"Mas maafin aku yang tidak bisa memegang janji kita, aku harus pergi ke kampung halaman, ini permintaan ayah, mungkin karena aku anak perempuan beliau satu-satunya, aku tak ingin mematahkan harapan beliau, aku harus pulang untuk segera mengurus acara yang dirancang seminggu lagi, aku harus mempersiapkan pernikahan kakak sepupuku, tidak ada lagi yang bisa membantu, di keluarga besar kita, hanya aku sodara perempuan dia, dan kedekatan kita pun tak bisa terhitung oleh centi bahkan milimeter. Maafkan aku harus pergi besok sore, aku tidak bisa menemanimu menyantap bakso di tempat yang katamu orang bilang enak itu.. "

Telpon kantor, dari Pak Markus, memecah semua ilusi Zuhri yang tengah meliar, itu kebiasaannya, berimajinasi di tengah free-nya kerjaan, atau dimanapun yang menurutnya enak dijadikan suasana untuk memikirkan hal yang tak dapat dijangkau dunia nyata.
Nyatanya ia hanya membayangkan kelakuannya semalam yang shock ketika membaca pesan singkat Nita, ia sedikit tersedak ketika membaca sampai pada kata "pernikahan", ia tengah membayangkan boodohnya ia ketika hampir membanting mouse komputer yang digenggamnya, untung dia bukan tipikal orang yang cepat terbawa emosi hanya oleh sebuah tulisan, lanjut scroll ke bawah, menuntaskan pesan yang Nita kirimkan.
"Sof, aku pulang duluan.. "
"Hm, tiati." Kebiasaan Sofi, partner kerjanya, ketika dirinya berpamitan pulang lebih dulu.

"Kamu belum jalan?" Zuhri memarkirkan sepeda motornya melebihi batas area parkir tamu, di depan kost-kostan Nita, berniat sesegera membantu Nita membawakan tas berukuran cukup yang tengah ia tenteng. Untung ibu kos tidak ada di tempat kala itu.
"Iya nih, ojek online dari tadi nggak ada yang ambil orderan aku, udah dua kali." Keluh Nita. "Ehh.. Ini yang ketiga." Rautnya semakin memasam, layar HP-nya menunjukan tolakan pesanan ojek online(lagi).
"Yokk aku anterin ke stasiun." Zuhri hendak membawakan tas yang ada di samping kaki kanan Nita.
"Ehh ini ada yang ambil orderan.. "
"CANCEL" Tukas Zuhri..
"Hahaa jahat banget." Serentak Zuhri dan Nita mengucapkan. Tawa menghiasi perjalanan mereka menuju stasiun.

Sang Imajinator, 03 Agustus 2017
Di tengah sunyinya malam Jum'at..
Khalis Sofi..

Read more »