Jumat, 24 Juni 2016

Cinta Dalam Diam

Tak dapat kuuraikan dalam ucap, sebuah kata cinta. Terlalu tabuh membahasnya. Perasaan yang semestinya menjadi sangatlah indah, justru menikam hati, membuatnya pergi kepada dunia imajinasi yang hanya tergambar oleh angan. Sebuah mimpi yang hanya bisa terlukis oleh hayal. Sebuah harapan yang sebatas sia-sia belaka, berharap pada manusia, sangat memedihkan.
Diam, pilihan paling efektif untuk menunjukkan rasa cinta, diam bukan berarti tak peduli, diam bukan berarti berhenti berharap, diam adalah diam, dengan santai menutup rapat aroma cinta yang tengah mekar di dalam hati, merona sebenarnya, namun akan menjadi petaka ketika diumbar.
Cinta, diam, tidak selamanya harus seperti itu. Diam di sini artinya menjaga, menjaga diri dari menduakan Allah, dari hal yang membuat Allah murka, dari hal yang Allah larang, dari hal yang menimbulkan tanda tanya, gosip, fitnah, dari hal yang mendekatkan pada zina, zina bukan sekadar seks, zina-zina kecil diurakan lebih luas, ketika kita menatapnya dan menikmati pemandangan itu, jadilah ia zina mata, ketika ia membalas chat-chat atau berbalas-balasan pesan singkat yang mengandung unsur menjerumuskan kepada hayal bersama, jadilah ia zina tangan, ketika ia mengeluarkan kata-kata rayuan menggoda, jadilah ia zina mulut, ketika ia mendapatkan sesuatu yang membuat hati berbunga melayang terbang, jadilah ia zina hati.
Cinta diam bukan membatu, melainkan mencari kebenaran, kembali kepada Allah, meminta pada-Nya, memohon petunjuk, apakah cintanya untuk seorang yang ia cinta itu? Istikhoroh. Cinta diam mencari solusi, memantaskan diri, pantaskah cinta diam ini bersanding dengan cinta yang sedang dicinta dalam diam? Akankah si cinta mau menerima diri cinta diam ini dengan ketulusan? Apa bekal cinta diam untuk dapat meyakinkan yang dicinta supaya bisa ditambatkan hatinya? Persiapkan diri, persiapkan sebagai muslim/ah yang oke, calon imam/makmum yang soleh/a, persiapkan sebagai orang tua dari anak-anak kelak, persiapkan segala sesuatu itu. Anggaplah cinta diam sebagai motivasi, sekadar motivasi, bukan visi dalam menjalankan misi perbaikan diri, niat tentunya harus Lillahita'ala, karena Allah semata, agar dapat diridhoi-Nya. Perbaikan diri tentunya dimulai dari akhlak dan kepribadian. Karena ketika dua itu sudah baik, maka struktur yang lain akan mengikuti.
Cinta boleh membuka mulut ketika mulut siap mengucapkan kalimat halal. Cinta boleh membuka hati ketika hati siap menerima hati dengan hati ikhlas. Cinta boleh diungkapkannya ketika siap menanggung segala konsekuensi yang ada, karena cinta tak selamanya berbalas cinta. Namun cinta diam biasa juara, sang cinta diam dapat menarik si yang dicinta, ketika cinta diminta dari sang wali, ketika cinta diikrarkan di depan para saksi, ketika cinta dituliskan dalam dua buah cetakan buku.

0 komentar:

Posting Komentar