Senin, 07 November 2016

Aku "sudah mulai" Punya Hati

Caution! Kalo mau baca ada syaratnya, kudu ngikutin apa yang aku mau yakk, wkwk.. ini diaa :
Mohon untuk dibaca dari awal paragraf sampai akhir kalimat agar tidak terjadi kesalahpahaman persepsi..

"Aku nggak betah di sini, aku mau keluar dari sini, tapi nanti kalo semuanya udah beres, karena aku nggak mau udah gitu aja, takut nanti kesan orang lain ke aku sebagai orang yang tidak bertanggung jawab." Begitu kata hatiku, dan ungkapan itu hanya kuucapkan kepada my momy.
"Berarti udah mulai pake hati kerjanya, itu sih cuman karena lagi bosen aja namanya, kalo orang nggak suka mah yaa nggak suka aja, nggak bakal mikirin yang lain, apalagi penilaian orang."

Aihh apa sih aku ini, benarkah aku udah mulai cinta sama pekerjaanku? Iya sih rasanya aku pengen banget pergi dari sini, tapi nggak mau ninggalin kerjaan yang belum aku beresin, aku bukan tipe orang yang tidak bertanggung jawab soalnya. Aku sering ngerasa muak sama apa yang aku hadapi, kerjaan ruwed, bikin pusing, sampe diri sendiri aja nggak keurus, makin kurus maksudnya.

Tiga bulan sudah aku dipenuhi dengan berbagai macam tugas dan tanggung jawab baru. Aku selalu dihantui dengan deadline, selalu dibayangi dengan runtutan kalimat yang kudengar dari divisi tetangga, dan lain sebagainya. Aku mengerti apa tugasku dan apa risikonya, aku paham dan tidak perlu selalu diingatkan. Justru ketika mereka selalu memintaku untuk dipercepat penyesaiannya, itu membuatku hadeuhh, dan membuat mindset-ku "yang penting kerjaan kelar", "yang penting mereka bisa diem". Tapi aku tidak mementingkan kualitas? Apakah pekerjaanku sudah benar? Apakah yang kukerjakan tidak akan menimbulkan masalah? Aku seolah tidak peduli. Astaghfirullah, padahal sama sekali ITU BUKAN OFI. Itu hanya bentuk ambisi yang disebabkan deadline.
Mereka selalu memintaku tuk mengerti mereka. Mereka selalu melontarkan kalimat "jika kamu tidak menyelesaikan dengan cepat maka..................", selalu itu yang mereka katakan, baik orang-orang internal (satu divisi) maupun pihak eksternal (divisi lain), jujur aku muak, aku bosan. Aku selalu diberi bayang-bayang kehancuran, kerusuhan, yang akan aku sebabkan jika aku tidak segera memenuhi apa yang mereka tugaskan, itu hanya membuatku ketakunan dan merasa tertekan, dan kembali kukatakan nanti selepas itu bahwa aku tidak bisa menjamin jika pekerjaanku akan selesai dengan baik. Kupaparkan dengan bahasa simpel, aku mempunyai job-desc yang banyak (karena mulai memasuki high-season), aku bekerja dikejar deadline, dan yang paling penting adalah aku petugas baru.
Jika poin utama mereka adalah soal “pengertian”, maka aku lah yang seharusnya berhak menerima lebih banyak dari pengertian itu. AKU ORANG BARU, ORANG YANG BELUM MENGERTI APA-APA. Aku belum bisa disetarakan dengan petugas sebelumku yang sudah menangani pekerjaan ini selama beberapa tahun terakhir, Demi Allah aku belum bisa. Pemahamanku baru sampai pada pengelolaan data yang diajarkan, belum kepada titik-titik yang harus dimengerti sepenuhnya (dalam artian, maksud dari data yang kukelola, makna setiap kata yang tertera di dalamnya, penghitungan, sampai kepada penerapan di lapangan). Yang bisa aku simpulkan sekarang adalah, mereka hanya mementingkan penanganan yang harus segera diselesaikan, cukup sampai itu. Aku rasa mereka tidak siap menerima segala risiko yang akan mereka hadapi jika mereka memasukkan orang baru di dalam pekerjaan mereka, atau bahkan mereka tidak pernah membayangkan atau memikirkannya sedikit pun? Terutama pihak internalku.. Wallahu’alam..
Tapi aku pikir pendapatku itu benar, terbukti kok, di sini aku tidak merasa dibimbing dengan baik, aku mengerti mungkin karena faktor kesibukan yang diemban masing-masing. Tapi jika mereka tidak begitu mampu sepenuhnya membimbing, setidaknya mereka tidak memberikan beban yang lebih (read : tekanan sudah aku jelskan di paragraf sebelumnya). Aku paham kok bahwa tempat yang aku duduki sekarang adalah pusatnya produksi perusahaan, aku tahu itu, aku paham betul.
Oke, mereka selalu memberiku nasehat “kalo nggak ngerti itu tanya, tanya boleh ke siapa aja, termasuk ke divisi yang bersangkutan”. Aku sudah lakukan itu, jika ada sesuatu yang tidak aku mengerti, aku langsung tanyakan, kadang jawaban tepat, tapi seringnya aku mendapat jawaban tidak memuaskan. Aku bukan mendapat penjelasan yang kuharapkan, aku malah mendapat kebingungan yang lebih-lebih. Pertanyaanku sering dijawab “lihat aja di situ gimana, di situ keterangannya apa, coba aja tanya ke bagian yang bersangkutan langsung, kamu bisa pelajari dari file-file sebelumnya” sungguh membuatku jengkel. Dan yang lebih menjengkelkan adalah, ketika aku bertanya langsung kepada bagian yang dimaksudkan, kadang mereka enggan, atau mereka menjawab tapi seolah menyudutkan, atau itu hanya perasaanku saja? entahlah, yang jelas ini isi hatiku. Mungkin dari pihak eksternal aku dianggap sudah mahir kali yaa, mungkin mereka kira aku mendapatkan bimbingan penuh dan semua pelajaran yang harus aku pahami, aku katakan, mereka salah besar.
Sangat ingin aku menyudahi semuanya, tapi aku tidak bisa, aku tidak mau melepas pekerjaanku begitu saja, aku sadar aku punya tanggung jawab lain. Aku punya ibu, aku punya adik, dan mereka punya aku, iya aku, mereka yang membuatku bertahan walau hampir tumbang. Andai saja aku bekerja hanya untuk memenuhi hidup seorang sendiri, keinginanku tuk mundur tidak akan jadi masalah lain, aku akan melakukannya. Aku akan ambil keputusan paling final, aku mau hidup baru, terserah bagaimana nanti aku menjalaninya, susah pun aku mau jalani, jika aku jalani sendiri. Tapi sekarang bukan begitu keadaannya, aku punya tanggung jawab besar. Yaa itulah pengaturan Allah, satu sisi aku jatuh, tapi sisi lain ada yang berusaha membangunkanku. Aku bersyukur pada-Mu Yaa Rabb...
Mungkin karena aku, divisi ini menjadi benar-benar pusat, pusat perusahaan dan pusat perhatian masyarakatnya. Mungkin divisi ini menjadi terlihat kurang berwibawa, terkesan tidak sigap, dan atau pandangan-pandangan lainnya. Aku terenyuh dan aku bersimpati ketika ada yang mengeluhkan hal demikian padaku, tapi aku kembalikan lagi, aku pun butuh pengertian, aku butuh dimengerti, benar-benar pengertian yang seutuhnya, bukan sekadar mulut berucap “saya mengerti”.
Tapi tenang saja, saat ini aku akan berusaha lebih-lebih-lebih keras lagi untuk membuka lebih lebar pintu hati dan pikiran aku supaya lebih sabar dan lebih siap menerima risiko yang lebih berat ke depannya. Aku ingin kembali pada prinsipku, bahwa BEKERJA KARENA TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB bukan karena YANG PENTING SELESAI.
Dan mulai sekarang aku akan benar-benar menceburkan diri menjadi bagian dari mereka. Jika mereka tidak bisa memberiku pengertian, aku masih punya hati yang bisa aku jadikan pondasi untuk menopang kekuatan pengertian yang aku miliki yang akan aku salurkan kepada diri sendiri.

Terima kasih untuk yang mau membaca curahan hatiku ini, ini realita, fakta, tanpa aku menjelek-jelekkan pihak manapun. Demi Allah inilah yang terjadi..

0 komentar:

Posting Komentar